Alissa Wahid: “Yang Beda Jangan Disama-samakan, yang Sama Jangan Dibeda-bedakan”
Alissa Qotrunnada Munawaroh atau yang lebih dikenal dengan Alissa Wahid turut hadir dalam kegiatan Dialog Nasional Antar Umat Beragama yang digelar HKBP Distrik VIII DKI Jakarta pada Senin (26/9/2022), di Sopo Bolon Gedung Sopo Marpingkir HKBP, Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur.
Kehadirannya sebagai perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) turut menghembuskan indahnya keberagaman agama di Indonesia. Ia menuturkan bahwa agama yang beragam itu adalah kekuatan untuk membangun bangsa.
Ketua Tanfidziyah PBNU periode 2022-2027 ini lebih lanjut menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara yang bermasyarakat religius dan majemuk. Meskipun bukan negara agama, masyarakat Indonesia lekat dengan kehidupan beragama dan kemerdekaan beragama dijamin oleh konstitusi.
“Itu tertulis dalam dokumen kementerian agama,” ujar Alissa Wahid yang juga anggota tim pokja moderasi beragama kementerian agama.
Terkait hal itu, Alissa menjelaskan bahwa tantangan terbesar di Indonesia adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara hak beragama dengan hak sebagai warga negara.
“Menjaga keseimbangan itu ternyata tidak mudah, karena agama pengaruhnya besar di Indonesia ini,” ujar Alissa yang merupakan putri sulung dari Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Oleh sebab itu, organisasi keagamaan di Indonesia diyakini Alissa memiliki banyak kekuatan yang dapat menyeimbangkan hak beragama dan hak sebagai warga negara. Hal itu dipandang perlu, melihat banyaknya tantangan yang harus dihadapi seperti praktek beragama yang ekstrim yang atas nama agama tega menistakan martabat kemanusiaan orang lain, baik seagamanya maupun kepada agama yang berbeda.
Maka untuk menjaga keseimbangan itu, organisasi keagamaan dianggap memiliki peranan penting mengingat kekuatan yang dimiilikinya. Menurut Alissa, kekuatan tersebut mencakup: pertama, tentang nilai kebaikan yang diajarkan agama. Ketika pemuka agama berfokus untuk memperkuat mengajarkan nilai kebaikan pada jemaatnya, maka transmisinya akan lebih kuat.
Kedua, organisasi agama mempunyai pemuka agama yang memiliki kedekatan intens dengan jemaatnya, maka seharusnya transmisi nilai-nilai itu lebih mudah, karena pemuka agama akan lebih dituruti oleh jemaatnya.
Ketiga, organisasi agama memiliki struktur dan jangkauan yang sangat jauh, bahkan melebihi jangkauan pemerintah.
Karena itu, Alissa Wahid berharap organisasi keagamaan di Indonesia bisa mengambil posisi untuk mentransmisikan nilai-nilai kebaikan untuk memperkuat keindonesiaan, kebersatuan dan kebersamaan di tengah keberagaman.
Mengakhiri pemaparannya, Alissa pun mengutip perkataan Gus Dur yang diyakini dapat menjadi kekuatan dalam menjaga kerukunan dan kebersamaan sebagai warga bangsa yang beragam.
“Indonesia dibangun di atas keberagaman, karena itu yang beda jangan disama-samakan, yang sama jangan dibeda-bedakan,” ucap Alissa.