Kesehatian Memperkuat Mutu Kehidupan Menjawab Tantangan Zaman (Bag. 1)
Agama mengajarkan agar manusia selalu optimistis memandang positif kesatuan hati pada setiap jengkal kehidupan. Karena itu, Tahun Kesehatian yang ditetapkan pucuk pimpinan HKBP tahun 2022 ini menjadi momen spesial membawa energi positif bagi pemulihan ekonomi nasional dan dunia. Ada energi ganda, yakni di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat Pandemi Covid-19, semangat spiritual kesehatian membangun asa dalam memperbaiki dan saling memperkuat mutu kehidupan.
Ledakan disrupsi teknologi digital sebagai pemicu Revolusi 4.0 dan pandemi global menegaskan terjadinya antitesis kebudayaan: kesadaran menggantikan rasionalitas, komunalisme menggantikan individualitas, spiritualisme menggantikan materialisme, serta memakai mata hati,membuka pikiran untuk dapat melihat esensi daripada kehidupan. Hal itu sudah terbukti ketika Pandemi Covid-19 terjadi, dunia tergerak membangun solidaritas dan bersatu hati untuk mengendalikannya.
Di tengah peristiwa Covid-19, dunia merefleksikan kembali kebutuhan hidup tidak hanya soal keuangan,tetapi juga kesehatan jiwa dan kebahagiaan. Jika disederhanakan,dalam situasi seperti ini, kesehatian adalah hal terpenting untuk membangun kekompakan antarbangsa sekaligus menegaskan masa depan suatu negara atau bangsa. Masa depan itu kian ditentukan oleh kesehatian dalam membangun ilmu pengetahuan dan teknologi dan percepatan ekosistem inovasi untuk membangun knowledge- based nation (negara berbasis ilmu pengetahuan) yang berimbang, berkelanjutan,dan progresif.
Sebagaimana kita ketahui pula bahwa kesejahteraan dan optimisme berpengaruh besar terhadap tingkat kebahagiaan. Kesehatian menekankan pentingnya, big vision, big action, big change, and big transformation menggerakkan berbagai hal dalam segala aspek kehidupan untuk mewujudkan visi HKBP “Menjadi Berkat Bagi Dunia.”
Memang seruan ini mudah dimengerti tetapi sulit dilakukan. Kenapa? Karena manusia sering menonjolkan diri/egois dan sering lupa merendahkan diri dan mengenakan kasih agar dimampukan melakukan itu dalam keseharian kita.
Beruntung kita diingatkan Rasul Paulus supaya sehati sepikir adanya. “Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan” (Filipi 2:2). Pribadi yang paling mampu mengajarkan kesehatian kepada orang lain adalah mereka yang sudah pernah mengalaminya sendiri. Rasul Paulus sudah mengalaminya, karena itu dia mengajarkannya kepada jemaat Filipi. Memberitahukan pikirannya bahwa kesehatian memberi kesadaran (consciousness) menggiring manusia agar tidak mengedepankan rasio dengan meminggirkan hati. Keduanya harus berpadu,yaitu benar secara kehidupan dan benar secara agama. Sebab, ketika hati dan pikiran dikelola dengan baik akan melahirkan kebaruan (inovasi) dan terobosan karya yang bisa memimpin peradaban. Kesatuan hati menuntut sikap atau cara berpikir satu jiwa dan satu tujuan di dalam prinsip-prinsip spritualitas. Alkitab mengajar kita, “Di atas semuanya itu, kenakanlah kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan” (Kolose 3:14).
Di luar persoalan spritualitas, tingkat pendidikan, tempat tinggal,hingga besarnya pendapatan masyarakat merupakan sejumlah isu kunci sebagai bagian tak terpisahkan dari indeks pembangunan manusia Indonesia (IPM). Situasi itu selaras dengan IPM yang menunjukkan semakin tinggi pendidikan dan ekonomi membuat rakyat makin bahagia. Adalah penting untuk menyelaraskan kesehatian bangsa dengan PMI menjadi acuan sebagai alat ukur kualitas sumber daya manusia. Meskipun Tiongkok tidak religius,tetapi kesehatian mereka memegang kepercayaan (trust) dalam menjalankan bisnis memengaruhi tingkat kesejahteraan negeri itu.
Dalam bingkai inilah hal-hal yang bersifat material yang kita miliki akan membantu pemahaman dan pengetahuan masyarakat untuk merenda kehidupan masyarakat yang lebih baik. Untuk mewujudkan impian rakyat tersebut, sejatinya tidak terlalu sulit. Sumber daya alam (SDA) negara kita sangat kaya dan bisa bikin rakyatnya sejahtera dan bahagia jika tidak digerogoti kaum predator atau koruptor.
Dengan tekad dan fokus untuk menghadapi segala rintangan ini, sikap kita tidak boleh larut pada kepentingan yang bersifat kebendaan tetapi atas kecintaan dan komitmen untuk selalu berkarya demi kemaslahatan bangsa.
Persoalannya,apakah ada kesehatian dari para penyelenggara negara untuk mewujudkannya?
(Bersambung)