Penghentian TV Analog Dilakukan Serempak 5 Oktober 2022
Migrasi sepenuhnya dari televisi analog ke televisi digital alias suntik mati TV analog (analog switch-off/ASO) bakal dimulai pada Rabu (5/10).
“Kominfo mengumumkan wilayah Jabodetabek telah memenuhi kriteria ASO,” ungkap Rosarita Niken Widiastuti, Ketua Tim Komunikasi Publik Migrasi TV Digital, di kantornya, Jakarta, Jumat (23/9).
“Maka penghentian analog oleh lembaga penyiaran akan dilakukan serempak 5 Oktober 2022 pukul 24.00 WIB,” lanjutnya.
Ia merinci daerah yang terdampak ASO di Jabodetabek ini. Yakni, Jakarta Pusat, Jakarta Utama, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kepulauan Seribu, Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota dan Kabupaten Bogor, depok, Kabupaten dan Kota Tangerang.
Berdasarkan UU Cipta Kerja, alih siaran sepenuhnya ke TV digital wajib dilakukan dengan tenggat 2 November 2022. Sejumlah masalah terungkap, misalnya keterbatasan siaran swasta hingga perangkat set top box.
Di tengah jalan, Mahkamah Agung membatalkan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.
Pasal 8 ayat 1 tersebut berbunyi “LPP (Lembaga Penyiaran Publik), LPS (Lembaga Penyiaran Swasta), dan/atau LPK (Lembaga Penyiaran Komunitas) menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.”
Direktur Lombok TV Yogi Hadi Ismanto menyebut pihaknya sebagai TV lokal telah modal infrastruktur pertelevisian yang mahal. Dengan ketentuan TV digital, biaya makin membengkak.
“Izin penyelenggaraan penyiaran dan alat-alat dibeli dengan harga mahal. Untuk biaya pemancar saja mencapai Rp500 juta. Setelah lima tahun mendapat izin, kami belum balik modal. Tetapi, tiba-tiba harus numpang ke orang,” terang Yogi.
Isu keterbatasan kanal alias channel TV digital, terutama siaran swasta, yang dapat dinikmati masyarakat mencuat kala ASO tahap 1 di tiga wilayah layanan siaran di delapan kabupaten kota. Cuma dua di antaranya yang bisa menerima siaran swasta, itu pun cuma Kompas TV.
Anggota Komisi I DPR Junico Bp Siahaan mengkritik izin sewa saluran TV digital, yang dibayar lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut TVRI, yang disamaratakan di seluruh daerah. Padahal, kemampuan televisi lokal tak sebanding dengan TV nasional.
“Teman-teman TV lokal, mereka berapa sih iklannya? Sementara biayanya hampir sama, nilai iklan enggak banyak, jumlahnya enggak banyak, harganya enggak sama dengan Jakarta,” cetus politikus yang lebih dikenal dengan nama panggung Nico Siahaan itu.
ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta IndonesiaI) mengungkapkan, kepada stasiun televisi, Pemerintah menerapkan izinnya, yakni Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), secara terpisah berdasarkan per wilayah layanan siaran.