Memperkuat Komunikasi Menjalin Hubungan Dengan Tuhan Dan Sesama (Bagian 2)
Memperkuat Komunikasi Spirit Hadapi Tantangan Bangsa
Ketika pandemi covid-19 merebak, para politisi Senayan,baik anggota DPR maupun DPD menangkap aspirasi daerah melalui rapat dengan Kementerian di Jakarta melalui Aplikasi Zoom. Terkandung maksud untuk mengatasi kemiskinan di daerah pinggiran, memperbaiki infrastruktur fisik dan digital, mengatasi keterbatasan listrik, melengkapi fasilitas kesehatan, dan mengatasi kekurangan air bersih. Rapat dengan Zoom_memang memudahkan, dan mendekatkan meskipun suasana kebatinan kurang terasakan.
Memperkuat komunikasi diharapkan menjadi titik balik dalam mengaktifkan spirit peran pemerintah hadapi tantangan bangsa. Digitalisasi memperbesar jangkauan dan pengetahuan dalam memahami peri kehidupan dan sumber daya yang dimiliki antara Pusat dan Daerah.
Saat sejumlah negara maju mengoperasikan teknologi canggih satelit, pemerintah Indonesia pun tidak mau ketinggalan. Peluncuran satelit SATRIA-1 ke angkasa pada pukul 18.21 waktu Florida, Amerika Serikat (AS) atau persis pukul 05.21 WIB (19/06/2023), dalam memperluas dan memperkuat layanan komunikasi yang lebih stabil dan kokoh. Langkah tersebut demikian besar pengaruhnya pada pemerataan internet titik layanan publik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terpencil (3T).
Hal itu selaras dengan gagasan membangun dari pinggiran yang pernah dicanangkan Presiden Joko Widodo sebagai langkah meratakan pembangunan untuk mengangkat derajat daerah pinggiran dalam segala aspek kehidupan, dari mulai sektor pendidikan, kesehatan, layanan pemerintah, pertahanan dan keamanan.
Selain itu, dalam hubungan internasional dunia pun butuh hubungan yang lebih pasti dan stabil. Hidup berdampingan dengan damai, memiliki hubungan yang bersahabat, dan menjalin kerjasama ekonomi dan politik yang saling menguntungkan selalu dipropagandakan. Bicara komunikasi menjadi relevan menjawab tantangan masa depan bangsa yang saling terhubung serta berkontribusi pada perdamaian dan pembangunan global yang pada akhirnya membantu dunia menjadi lebih stabil, dan konstruktif.
Saat ini, kondisi tidak semakin mudah karena Perang Ukraina-Rusia belum ada tanda-tanda berakhir. Persoalan geopolitik yang membelenggu aktivitas dan mobilitas warga sebagai penggerak utama ekonomi, membutuhkan ruang dialog dalam pendekatan diplomatik.
Kita percaya, sebagaimana perjuangan Indonesia Merdeka bukan semata hasil perjuangan perang semesta, tetapi juga perjuangan diplomatik di meja perundingan. Selama ruang dialog masih terbuka, solusi akan tetap ada. Demikian pula dalam interaksi antarnegara, sangat penting menjalankan komunikasi dalam mengelola persaingan yang berdampak positif bagi kemajuan bangsa. Ambil contoh, ada masa hubungan Indonesia-Jepang sangat sulit pada Perang Dunia ke-II, sekarang kita bersahabat erat, dan semakin banyak relasi antarnegara dan antar masyarakat, terutama di bidang perdagangan. Ada satu karakter yang penting ditumbuhkan dalam hubungan dagang yaitu, trust karakter dapat dipercaya (Amsal 28:20).
Selain memperkuat fondasi ekonomi, kekuatan komunikasi di dalamnya tercakup hubungan interpersonal. Kita harus mengubah mindset ketajaman dan kepekaan dalam mempersiapkan respons yang tepat mencari ide/gagasan dalam berkomunikasi agar kita dapat melihat situasi dengan lebih objektif.
Peran itu telah dimainkan oleh Indonesia yang mengedepankan politik luar negeri bebas aktif selama ini dengan ASEAN berbasis aturan. Memberikan pengaruh yang baik bagi kawasan di tengah rivalitas AS dan China yang memanas.
Daya pikat hubungan masih terus dibicarakan dan melintasi zaman dalam format dinamis dan cair dan dituangkan dalam kesepakatan kerjasama.
Begitulah yang terjadi dalam menyongsong kontestasi Pemilu 2024 mendatang. Dengan dideklarasikannya Capres dan Caleg, tim komunikasi dikonsolidasikan untuk menghimpun kekuatan massa yang beragam. Beragamnya basis massa perlu disinergikan agar mampu membangun persepsi positif melalui media masa baik media arus utama maupun media sosial (medsos). Dalam skala parpol, tuntutan kerjasama politik membina hubungan/relasi itu menjadi keniscayaan. Kerjasama perlu kondusif demi konsolidasi pemenangan pada pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif.
Pada pemilu kali ini, tantangan sungguh problematik. Persaingan antar kekuatan politik serentak terjadi di setiap penjuru negeri. Jumlah pemilih terbilang besar, diperkirakan 205,8 juta pemilih, dibayangi pula oleh lebih dari 100.000 petarung politik yang berupaya menguasai jabatan kepresidenan, 580 kursi DPR; 2.372 DPRD I; 17.510 DPRD II, dan 152 kursi DPD. Ditambah pada tahapan pemilu selanjutnya, berupa Pilkada untuk perebutan kursi kepala daerah di 38 propinsi,98 kota, dan 415 kabupaten.
Dalam bayang kompleksitas penyelenggaraan pemilu, ketatnya persaingan, dan kuatnya tarikan berbagai kepentingan politik, berpotensi berujung pada konflik, jika tidak dijaga secara hati-hati. Dalam konteks ini, kerjasama, komitmen dan kemitraan dibutuhkan dengan cara memperkuat komunikasi untuk menggalang dukungan rakyat pemilih.
Jika sikap hubungan kerjasama dipahami dalam ranah dimaksud, kita masyarakat tetap mandiri, berpikir kritis dan bertindak dalam memilih. Kesadaran berpikir kritis merupakan tablet mujarab melawan bius pihak-pihak yang mau memecah-belah. Bicara komunikasi menjadi relevan yang menuntut rasionalitas dan verifikasi kebenaran. Sebab,dewasa ini kebenaran sering direlativisasikan, fakta obyektif kalah pengaruhnya pada kekuatan buzzer dalam membentuk opini.
Menarik mencermati bahwa sepanjang melalui pemilu, selama itu pula kita diajak profesional, berpikir kritis, berdinamika dalam kehidupan berilmu, berbudaya, dan beragama. Mestinya kita selalu mendengar getaran nurani dan akal sehat. Meski begitu, nurani dan akal sehat harus diikuti getaran spritual dengan edukasi yang baik dan benar. Memperkuat komunikasi dengan Tuhan sanggup memerdekakan kita dari belenggu sikap atau tabiat oportunistis dan mencerahkan kompas moral kita dalam menimbang dan menjatuhkan pilihan politik. Belajar dari semua itu, bagaimana kita menyikapi perbedaan pilihan. Sekalipun ada perbedaan pilihan adalah dalam kerangka mendudukkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan sesungguhnya di negeri ini. Pemilu diaparesiasi sebagai pesta demokrasi, kita tetap berupaya menjadikannya sarana penebar semangat persatuan untuk mewujudkan keindonesiaan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(Bersambung)