MENGELOLA LAUT SEBAGAI SUMBER KEHIDUPAN (BAGIAN 1)
Pengantar
Sekitar 71 persen permukaan Bumi berupa lautan. Jadi, tak heran Bumi kita dikenal dengan sebutan “Planet Biru”. Namun, pernahkah terpikir siapa yang menciptakannya? Kejadian 1: 9 berbunyi, “Berfirmanlah Allah: Hendaklah segala air yang dibawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering. Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamaiNya laut. Allah melihat semuanya itu baik”. Demikianlah Allah menciptakan bagian dari bumi ini yaitu darat dan laut.
Tak hanya itu. Murid- murid Yesus yang pertama dipilih dari kalangan rakyat jelata yaitu dari nelayan penjala ikan di Danau Galilea yaitu Simon dan Andreas saudaranya.”Lalu memilih dari antara mereka dua belas orang yang disebut-Nya rasul” (Lukas 6:13).
Semalaman murid-murid Yesus mencari ikan di Danau Galilea, tapi mereka tidak mendapati apa-apa. Kemudian Yesus datang dan berkata, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan”. ( Lukas 5: 4). Pada ayat 6, “Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak”.
Perkataan Yesus dalam Lukas 5:4 diatas, mengajarkan kepada kita bahwa di pinggiran tidak ada ikan, harus masuk lebih dalam ke tengah laut. Kalau nelayan hanya senang bermain-main di pinggir pantai, tidak masuk lebih dalam yang dalam bahasa latinnya disebut, duct in altum, mereka tidak akan mengerti esensi dan problemnya. Masuk ke tengah laut sama dengan berani masuk ke dalam persoalan yang sebenarnya.
Meskipun berbentuk danau, tetapi Danau Galilea sering juga disebut Laut Tiberias. Apakah masih ingat kisah di Alkitab bahwa di Danau ini pula Yesus menampakkan diri bahwa Ia sudah bangkit dan Petrus, nelayan sejati di Alkitab kembali menebar jala dan mendapat 153 ekor ikan banyaknya dan sungguh pun sebanyak itu, jala itu tidak koyak (Yohanes 21:11). Para ahli berpendapat bahwa angka 153 bukan sembarang angka, namun berdasarkan penelitian ilmiah diyakini di Danau Galilea terdapat 153 jenis ikan. Makna rohaninya Simon yang diberi-Nya nama Petrus dipanggil menjadi murid Yesus dari penjala ikan menjadi penjala manusia bagi Tuhan.
Tetapi tiba-tiba Petrus, seorang nelayan biasa itu, pada hari Pentakosta mengubah dunia (Kis. 2:1-13) di hari turunnya Roh Kudus, mereka yang berbeda-beda bahasa itu saling mengerti.
Itulah kisah nelayan di Laut Tiberias di Palestina, bagaimana kisah nelayan di Indonesia?
Sampai beberapa abad lamanya kawasan Asia Tenggara, seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia adalah jalur pelayaran tersibuk yang menghubungkan Barat dan Timur. Sejarah mencatat para pengarung samudera seperti Marcopolo, pada 1271 mengadakan perjalanan dengan kapal layar ke Asia, termasuk ke Indonesia. Cheng Ho melakukan pelayaran dari Selat Malaka sampai Laut China Selatan.
Berkaca dari pengarung samudera tersebut, duct in altum dapat dimaknai sebagai jalan untuk mengembalikan kedigdayaan maritim jaya di laut. Untuk menguatkan pilar maritim di tengah masyarakat nelayan kita yang belum sejahtera, terpinggirkan, maka keunggulan kita dalam segi geostrategis, geo ekonomis hanya dengan mewujudkan visi maritim duct in altum, masalah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada laut dapat dibenahi.” (Bersambung)