Margala, Permainan yang Terlupakan.*
*Disarikan oleh Pdt. Daniel Napitupulu
Nusantara kaya akan permainan tradisional. Tidak terkecuali masyarakat beretnis Batak Toba yang tinggal di jajaran Bukit Barisan dan Danau Toba. Permainan tradisional menghiasi relasi dan interaksi kehidupan masyarakat yang menjungjung tinggi nilai humanisme.
Salah satu permainan yang hampir punah di tengah terpaan game modern dan digital adalah Margala.
Margala adalah permainan dengan membuat garis di tanah. Permainan dilakukan oleh dua tim. Cara bermain mengandalkan kecepatan kaki dan pikiran untuk mengatur langkah mengalahkan lawan. Sesama anggota tim harus kompak, karena saat permainan tidak memperbolehkan komunikasi langsung, hanya bisa memberikan kode-kode tertentu.
Margala dilakukan di atas tiga garis horizontal dan tiga garis vertikal yang membentuk empat kotak, dan kotak itulah yang dijadikan arena permainan. Selanjutnya tiga orang lawan berkesempatan untuk menjaga di tiga titik terdepan dan ada seseorang lagi yang berkesempatan menjaga di tengah garis vertikal.
Tim lawan akan berusaha memasuki arena yang telah dijaga dan berusaha masuk tetapi jangan sampai badan mereka tersentuh oleh tim yang menjaga. Jika salah seorang tim lawan yang masuk tersenggol oleh tim yang menjaga, maka tim lawan kalah dan permainan digantikan oleh tim yang bertugas menjaga. Jika seluruh anggota tim lolos, akan mendapatkan nilai. Tim yang kalah akan selalu menjadi tim penjaga.
Margala bukan hanya sekadar permainan. Permainan ini sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan salah satu permainan hiburan resmi para raja-raja Batak. Riwayat dan tradisi turun temurun menyebutkan permainan ini dilakukan pada musim terang bulan (rondang ni bulan).
Konon, permainan tradisional ini merupakan ajang pencarian jodoh bagi anak-anak muda. Namun di pihak lain, permainan ini mencerminkan jalinan kerjasama sebagai gambaran kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan orang Batak.