Belajar Berbuat Baik, Berhenti Berbuat Jahat

 Belajar Berbuat Baik, Berhenti Berbuat Jahat

Kadep Koinonia Pdt. Deonal Sinaga didampigi Pendeta Ressort Lobusingkam Pdt. Aryen Toni Situmorang

Pengkhotbah: Pdt. Dr. Deonal Sinaga (Ka. Dep. Koinonia HKBP)
Topik: Belajar Berbuat Baik, Berhenti Berbuat Jahat

“METANOIA…!” Firman Tuhan pada Minggu XX Setelah Trinitatis hari ini (Yes. 1: 16-20) menekankan penting dan mendesaknya perubahan pikiran (pertobatan) umat Tuhan, jika mereka tidak menginginkan hukuman dan hal-hal yang buruk terjadi dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, mereka akan melihat pengampunan dan hal-hal yang indah datang dari Tuhan, jika mereka berubah.

Salah satu istilah yang sering terungkap dalam Sidang Raya XI DGD di Karlsruhe bulan lalu adalah “Metanoia.” Ini adalah istilah Yunani yang berarti perubahan pikiran. Pola pikir lama berubah menjadi pola pikir baru. Cara pandang lama berubah menjadi cara pandang baru. Istilah ini menunjuk pada perubahan hati (pertobatan).

Pergumulan para peserta SR XI. Mayoritas gereja-gereja anggota DGD menyadari, bahwa kita sangat membutuhkan “Metanoia.” Gereja-gereja perlu ber-metanoia. Orang Kristen perlu ber-metanoia. Umat manusia perlu ber-metanoia. Kalau tidak, kita tidak bisa hindari bencana alam demi bencana alam yang sudah mengancam di depan mata.

Kota-kota bisa tenggelam. Kekeringan. Krisis pangan. Kelaparan. Perang. Penyakit. Kematian. Kehancuran. Semua itu adalah ancaman nyata. Bukan menakut-nakuti. Itu adalah hasil penelitian para pakar. Sebaliknya, jika kita mau ber-metanoia, another world is possible – dunia yang lain di mungkinkan.

Dunia, di mana ‘keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir’ (Am. 5; 24). Dunia, di mana setiap orang merasakan damai sejahtera dan hidup dalam kepenuhan (fulness of life for all). Dunia, di mana tidak ada lagi diskriminasi dan stigmatisasi terhadap orang atau kelompok tertentu. Dunia, di mana kebebasan dan sukacita menjadi pandangan keseharian. Itulah dunia yang Tuhan impikan bagi umat-Nya di dunia ini.

Perubahan pikiran itu sangat penting. Sesuai dengan tuntutan Firman Tuhan hari ini yang dirangkum dalam topik, “belajar berbuat baik, berhenti berbuat jahat.” Perubahan dari dalam: dari perbuatan jahat ke perbuatan baik. Perubahan dari kebiasaan merusak ke kebiasaan membangun. Perubahan dari pola pikir yang tidak sustainable ke pola pikir sustainable.

Perubahan itulah yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya besar kehancuran atau bencana yang mengerikan. Salah seorang tokoh yang konsisten dan sangat serius menyuarakan ini adalah Al Gore – Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, seperti terungkap dalam film dokumenternya “An Inconvinient Truth – Kebenaran Yang Meresahkan.”

Bagi Al Gore persoalan “metanoia” ini bukan sekedar isu politik, melainkan isu moral. Ini menyangkut hal yang sangat fundamental demi keberlangsungan kehidupan di dunia ini. Dia katakan, ‘our ability to live on planet earth is what is at stake.” Hidup kita di dunia ini benar-benar terancam. Jika tidak ada ber-metanoia, malapetaka tak terhindarkan.

Nabi Yesaya menyerukan, “Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda.”

Yesaya telah melihat dengan jelas perilaku Yehuda. Para pemimpin dan rakyatnya melakukan kejahatan. Mereka menjauh dari Tuhan, mereka menindas, menipu, korupsi, menerima suap, tidak peduli dengan orang miskin, yatim piatu dan janda. Mereka tidak perhatikan kelompok masyarakat yang dekat di hati Tuhan, mereka yang menderita.

Sesungguhnya, kenyataan seperti inilah yang sedang terjadi saat ini di dunia ini. Inilah yang disuarakan dalam Sidang Raya XI DGD yang baru lalu. Inilah yang menjadi jeritan dunia saat ini. Inilah tuntutan perubahan fundamental dan isu moral yang disebutkan oleh Al Gore. Supaya setiap orang mau bercermin dan melihat apakah dia sudah berada di jalan yang benar yang menuju kehidupan. Atau, masih bertahan di jalur yang menuju kematian dan kehancuran.

Konteks umat Israel yang menerima nubuatan ini. Mereka sedang terancam dengan kehancuran Yerusalem dan pembuangan ke negeri asing. Mereka telah banyak berbuat dosa dan melakukan kejahatan. Kota Yerusalem sudah berubah menjadi kota sundal. Tidak ada kebenaran dan keadilan. Di sana banyak pembunuh dan penindas. Para pemimpinnya adalah koruptor yang suka menerima suap. Mereka tidak memedulikan orang-orang kecil dan menderita.

Bagi mereka, tidak ada jalan lain, kecuali ber-metanoia. Perubahan hati. Dan jika mereka melakukan itu, janji Tuhan jelas: ‘Marilah, baiklah kita berperkara! Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Jika kamu menurut dan mau mendengar, kamu akan memakan hasil baik negeri itu…”

Ancaman dan konsekuensi dari hati yang membatu jelas.’Jogal, jugul, jigil.” Selalu merasa benar, sekali pun selalu salah. Apa yang akan mereka terima jika tidak mau berubah? Jelas, hukuman, kematian, dan kehancuran. Demikian sebaliknya, janji keselamatan, damai sejahtera dan berkat-berkat adalah bagian mereka. Jika mereka berubah. Metanoia.

Seruan perubahan. Inilah yang dengan lantang dilakukan oleh bapak reformator gereja Dr. Martin Luther 505 tahun yang lalu. Tepatnya tanggal 31 Oktober 1517. Dia menempelkan 95 dalil reformasi di pintu gereja Wittenberg, Jerman. Dia ingin semua orang membaca. Dia ingin semua orang tahu.

“Bahwa gereja telah banyak melakukan kejahatan. Dia sedang berada dalam jalan menuju kehancuran. Pola pikirnya sudah salah. Teologinya bertentangan dengan Firman Tuhan. Perilakunya memuakkan. Tidak boleh tidak, dia harus berubah. Dia harus bermetanoia. Jika tidak, kehancuran demi kehancuran sudah berada di depan mata.”

Martin Luther telah melihat kesalahan fatal dan kejahatan yang dilakukan gereja saat itu. Tiga ajaran pokok yang sangat ditentang Luther: Paus memiliki otoritas yang lebih besar dari Alkitab; keselamatan dapat diraih dengan perbuatan baik dan amal; penjualan surat pengampunan dosa (indulgensia).

Luther menyatakan bahwa penghapusan dosa, keselamatan, dan hidup yang kekal tidak dapat dibeli dengan apa pun. Semua itu dimungkinkan hanya oleh anugerah (Sola Gratia), diterima hanya dengan iman (Sola Fide), sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab yang memiliki otoritas tertinggi (Sola Scriptura).

Bagi Martin Luther sangat jelas bahwa yang utama, Yesus Kristus adalah Tuhan yang mati demi dosa kita dan bangkit demi pembenaran kita. Dia adalah Anak Domba yang menghapus dosa dunia. Semua telah berdosa dan dibenarkan hanya oleh anugerah. Pembenaran tidak mungkin digapai dengan perbuatan. Manusia beroleh keselamatan hanya oleh anugerah.

Gerakan reformasi menyebar dari Wittenberg ke berbagai wilayah Jerman. Dari Jerman ke berbagai negara di Eropa. Seterusnya ke seluruh dunia. Perubahan yang membawa pembaruan terjadi di gereja. Dan gerakan itu terus berlangsung hingga saat ini. Bahkan gereja Roma Katolik yang pada masa Martin Luther menolak dan menentangnya, ikut juga membaharui diri.

“Ekklesia reformata semper reformanda – Gereja reformasi – senantiasa membaharui diri.” Sungguh pembaharuan selalu dibutuhkan. Gereja harus menjadi motor penggerak perubahan. Orang Kristen harus menjadi katalisator dan dinamisator perubahan menuju kehidupan yang lebih baik.

Saudaraku, pesan Firman Tuhan hari ini sampai kepada saudara dan saya. “Belajar berbuat baik – berhenti berbuat jahat!” Mewujudkan perubahan di dunia ini harus mulai dari gereja. Dari jemaat. Dari keluarga. Dan, terutama dari diri sendiri. Mulai dari hal yang paling kecil, sedini mungkin. “Kumulai dari diri sendiri, untuk melakukan yang terbaik. Kumulai dari diriku melakukan sikap yang benar. Biar pun kecil dan sederhana, Tuhan dapat membuat besar.”

Tuhan menginginkan saudara dan saya bermetanoia – perubahan hati dan pikiran ke arah yang lebih baik. “meninggalkan segala keburukan dan tak berkenan kepada Tuhan, memulai hal-hal baik yang berkenan kepada-Nya.” Seperti doa yang diajarkan Reinhold Niebuhr, “Tuhan, berikan saya ketenangan menerima hal-hal yang tidak dapat saya ubah, keberanian mengubah hal-hal yang bisa saya ubah dan hikmat untuk melihat perbedaan di antara keduanya.”

Dear friends, I wish you a happy Sunday! God wants us to be transformed and to transform. He wants us to always try our best to live according to His will and to do the best for God’s glory and for the good of humanity. Be happy and smile! Praise be to God!

Related post