Dampak Ekonomi dan Pemberhentian Sekolah Tatap Muka
Berdasarkan laporan ilmiah Noah Yarrow di bawah lembaga Bank Dunia yang dikutip newkairos.co, Kamis (24/9/2021), negara-negara yang menghentikan kegiatan sekolah dalam jangka waktu yang lama akan berdampak buruk pada pendidikan dan ekonomi ke depannya.
Indonesia menghentikan kegiatan sekolah lebih dari setahun yang mengancam nasib 68 juta siswanya. Tingkat pembelajaran dan kemampuan siswa semakin cepat menurun seiring dengan semakin lamanya pemberhentian kegiatan sekolah.
Senada dengan publikasi daring oleh Florischa Ayu Tresnatri dan tim di bawah lembaga Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU) yang dikutip newkairos.co, Jumat (24/9/2021), terungkap bahwa bahwa pemberhentian kegiatan belajar mengajar reguler tidak hanya meningkatkan kemiskinan di Indonesia ataupun memengaruhi perkembangan psikologis siswa tapi juga menimbulkan dampak panjang pada pendapatan siswa kelak. Pendapatan ini bergantung dari kompetensi yang dibangun dari pendidikan yang berkualitas.
Pemberhentian kegiatan sekolah tatap muka mendorong Indonesia mengembangkan kurikulum darurat dan menyelenggarakan kegiatan Belajar dari Rumah (BdR). BdR ini meliputi Pembelajaran Jarak jauh (PJJ) dalam jaringan, menggunakan gawai maupun laptop melalui beberapa portal dan aplikasi pembelajaran daring. Sistem pendidikan ini memiliki tantangan baru.
Satu tantangannya adalah akses terhadap fasilitas BdR. Banyak keluarga di Indonesia yang hanya memiliki 1 Smartphone, yang biasanya digunakan orang tua untuk bekerja.
Pada tahun 2045, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia akan masuk menjadi 5 negara teratas dengan ekonomi terbesar. Namun, pandemi Corona yang mengancam siswa putus sekolah dan membatasi pembelajaran beresiko mengurangi pendapatan baik secara personal maupun nasional. Bank Dunia memperkirakan ke depannya setiap siswa Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan sekitar 249 US$.