Dari Masyarakat Gotongroyong Menjadi Bangsa Indonesia.
Perjumpaan Dengan Peradaban India.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat gotongroyong; masyarakat egaliter dengan kepemimpinan primus inter pares; dengan organisasi sosial berdasarkan kerjasama kekeluargaan. Kehidupan bersama diatur dalam musyawarah, dengan pemimpin yang dipilih berdasarkan keunggulan tertentu. Dalam perjalanan sejarah, masyarakat gotongroyong penghuni Nusantara berjumpa dengan berbagai peradaban dunia. Raja dan penguasa lain di Nusantara sebelum kedatangan Peradaban India kekuasaannya kecil dengan wilayah tidak luas. Diperkirakan negara-negara ini pengembangan awal dari pemerintahan desa, yang pemimpinnya di pilih dari dan oleh penduduk setempat.
Peradaban India yang datang dari India Selatan menambah kemampuan memerintah para raja dan bawahannya; dan ditambah dengan kepercayaan tentang kedudukan raja sebagai keturunan dewa, membuat negara menjadi lebih besar, lebih kuat, dengan wilayah yang lebih luas. Dilihat dari besarnya kekuasaan pemimpin dan luasnya wilayah negara, kehadiran Peradaban India membawa kemajuan besar. Raja-raja Nusantara mengadopsi berbagai unsur Peradaban India, terutama tentang upacara keagamaan dan organisasi negara, tetapi hanya dilapisan atas masyarakat dan disekitar istana; pada masa itu, Peradaban India mempunyai pengaruh besar di Asia Tenggara. Raja dianggap keturunan dewa, yang bersifat keramat, merupakan puncak segala hal dalam negara, dan merupakan pusat alam semesta. Perjumpaan dengan Peradaban India diawali dengan perdagangan antara Nusantara dengan India. Pedagang dari India datang ke Nusantara; demikian sebaliknya, pedagang dari Nusantara pergi ke India, dan melihat sendiri kemajuan di sana. Raja-raja Nusantara tertarik dengan kemajuan India, dan dalam upaya memajukan negerinya mengundang golongan Brahmana.
Sejak prasejarah, Asia Tenggara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan, dan kegiatan perdagangan menjadi pemersatu wilayah ini. Diduga perdagangan dengan India bertumpu pada pola-pola perdagangan regional, antara Asia Tenggara dengan India; dan inisiatif perdagangan datang dari kedua pihak, India dan Asia Tenggara. Para pelayar Nusantara sejak zaman prasejarah telah sanggup mengarungi lautan lepas, dan diduga banyak orang Indonesia dengan menggunakan kapal layarnya sendiri pergi berdagang ke India. Besar kemungkinan banyak orang Indonesia pergi belajar ke India, mempelajari berbagai kemajuan yang ada, seperti tentang agama, tata negara, tulisan, kesenian dan arsitektur. Suatu kemajuan penting hasil dari kontak Nusantara dengan India adalah penggunaan tulisan India di Nusantara; peninggalan purbakala, seperti bangunan candi, patung, prasasti, dan ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Nusantara yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Budha.
Pada masa kontak dengan Peradaban India, masyarakat Nusantara telah cukup maju; memiliki pengetahuan dan teknologi, serta tradisi yang cukup untuk menerima beberapa unsur Peradaban India. Diduga, India tidak pernah membangun kolonisasi di Nusantara; penyerapan unsur-unsur Peradaban India dilakukan secara selektif oleh cendekiawan Nusantara. Kehadiran Peradaban India membawa kemajuan besar dilihat dari besarnya kekuasaan pemimpin dan luasnya wilayah negara. Negara-negara yang mengadopsi konsep kerajaan dari Peradaban India, seperti Sriwijaya dan Majapahit berkembang menjadi negara besar dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas; jauh sebelum Peradaban Barat datang, masyarakat Nusantara telah terlatih dengan beberapa kerajaan besar.
Sriwijaya hadir pada abad keenam, dan letaknya mungkin di Palembang atau di pertengahan aliran sungai Kampar atau di kota Jambi sekarang. Sriwijaya selama beberapa abad menguasai perdagangan laut di Nusantara bagian Barat. Dengan perekonomian yang hampir seluruhnya perdagangan, menggunakan sistem pemerintahan negara kota; tidak membutuhkan wilayah pedalaman yang luas dengan masyarakat petani di desa. Segala potensi dan kekuatan masyarakat dikerahkan untuk membangun armada dagang dan kapal perang. Sriwijaya menguasai pelayaran dan perdagangan di bagian barat Nusantara, sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatra Utara, dan Selat Sunda. Majapahit mencapai puncak kejayaannya dalam pertengahan abad ke-14. Pada masa pemerintahan Ratu Tribuwana Tunggadewi; tahun 1331 M terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta, dan pemberontakan ini dapat dipadamkan.
Setelah itu Gajah Mada bersumpah dihadapan Ratu Tribuwana Tunggadewi, bahwa dia tidak akan amukti palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik. Sumpah ini kemudian dikenal dalam sejarah dengan sebutan Sumpah Palapa. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Gajah Mada meneruskan gagasan Politik Nusantara yang telah dicetuskan dalam Sumpah Palapa; dengan menjalankan Politik Nusantara, satu demi satu daerah-daerah yang belum bernaung di bawah kekuasaan Majapahit ditundukkan dan dipersatukan. Hasilnya, wilayah kekuasaan Majapahit menjadi sangat luas, hampir seluas wilayah Indonesia sekarang ini, meliputi Sumatra di bagian barat sampai ke Maluku dan Papua di bagian timur, dan bahkan sampai ke beberapa daerah di negara tetangga di Asia Tenggara. Armada perang Majapahit memegang kekuasaan maritim di Nusantara.
Muh.Yamin dan Soekarno dalam pembicaraan tentang dasar negara Indonesia, melihat ke Sriwijaya dan Majapahit, sebagai negara Indonesia pertama dan kedua. Pemikiran ini memperlihatkan, bahwa bangsa Indonesia tidak muncul kepermukaan hanya karena penderitaan yang sama di bawah penjajahan Belanda, dan kemudian berjuang bersama mengusir penjajah, agar menjadi bangsa merdeka dan mendirikan negara Indonesia. Tetapi perasaan sebagai suatu kesatuan telah tumbuh di Nusantara sejak lama, karena kedekatan budaya dan geografis. Dan kalau ditelusuri lebih jauh kebelakang, sejak zaman prasejarah, interaksi antar penguasa, pedagang, dan masyarakat Nusantara cukup intensif, yang tentu membangkitkan rasa kedekatan dan kebersamaan. Cara hidup gotongroyong yang berlangsung di seluruh Nusantara, adalah satu bukti kedekatan budaya. Perluasan wilayah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit, adalah juga bagian dari upaya penguasa Nusantara pada waktu itu untuk hidup dalam satu negara.