Desentralisasi Keuangan Dan Peran Ganda Pelayan Penuh Waktu HKBP
Kita patut berbangga bahwa para pelayan penuh waktu HKBP (Pendeta, Guru Huria, Bibelvrouw, Diakones) terus setia melaksanakan tugas panggilannya sebagai pelayan Allah melalui gerejaNya. Namun pada saat yang bersamaan, mereka juga mempunyai pergumulan tersendiri terkait dengan keberlangsungan hidup serta masa depan anak-anaknya. Kita tentunya tidak meragukan kuasa dan cara Tuhan memelihara dan mencukupkan kebutuhan hamba-hambaNya, dan kita sangat yakin betul bahwa kehidupan setiap hambaNya dan seluruh umatNya sepenuhnya di bawah kendali Tuhan.
Namun adalah sebuah fakta, bahwa dalam melaksanakan tugas pelayanannya para pelayan penuh waktu, utamanya pimpinan jemaat/resort juga berperan sebagai penanggungjawab pengelolaan keuangan gereja, termasuk memikirkan bagaimana pengembangan sumber keuangan gereja, karena itu sangat berpengaruh besar terhadap penerimaannya. Maka segala upaya akan dipikirkan dan dikerjakan agar gereja memiliki sumber keuangan yang memadai, seperti persembahan, dan kegiatan-kegiatan lainnya, yang notebene disamping sebagai upaya peningkatan iman umat, juga merupakan event yang dimanfaatkan untuk menambah sumber keuangan gereja.
Tidak sedikit waktu dan energi mereka untuk memikirkan dan merancang kegiatan-kegiatan itu, bahkan bisa melebihi waktunya untuk mempersiapkan khotbah-khotbah dan materi-materi sermon. Tidak jarang pula para pelayan penuh waktu harus melakukan pendekatan-pendekatan khusus atau perdebatan-perdebatan sengit untuk meloloskan program dan anggarannya dalam rapat-rapat gereja. Untuk tujuan itu pula tidak jarang pimpinan jemaat dan majelis gereja mengadakan “kesepakatan” untuk tidak menyerahkan secara utuh persembahan yang telah dikumpulkan kepada tujuan yang telah ditentukan oleh kantor pusat, distrik dan tujuan lainnya. Jadi bisa kita bayangkan betapa sangat mungkin terjadi keuangan gereja bisa dialihkan fungsinya ke fungsi yang lain walaupun itu dipergunakan masih dalam konteks seputaran pelayanan gereja.
“Kesepakatan” tersebut sebenarnya merupakan pergumulan berat baginya, karena mungkin saja bertentangan dengan hati nuraninya, atau mungkin dia mempunyai pemahaman yang baik tentang kepedulian untuk mendukung pelayanan dalam semua aras pelayanan HKBP mulai dari hatopan (pusat) distrik, ressort dan huria. Tetapi dengan argumen dari teman sepelayanannya di huria tersebut dengan mengatakan bahwa, hal itu dilakukan untuk memenuhi beban huria membayar balanjonya, memaksanya untuk ikut ambil bagian dalam “kesepakatan” itu. Atau pada tingkat yang lebih parah, mungkin saja si pelayan penuh waktu tersebut yang menyarankan untuk melakukan “kesepakatan” tersebut.
Maka, sebuah keharusan bagi semua pelayan dan warga jemaat HKBP untuk bersegera mewujudkan sentralisasi keuangan HKBP, agar para pelayan penuh waktu HKBP lebih memfokuskan perhatian terhadap pengembangan pelayanan rohani umat, karena tidak perlu lagi harus mengeluarkan banyak energi dan waktu untuk pengelolaan keuangan. Namun bukan berarti pimpinan jemaat tidak lagi memiliki fungsi terhadap pengembangan sumber keuangan gerejanya, tetapi hal itu sudah lebih mengarah ke fungsi pengawasan agar berjalan sesuai aturan yang berlaku. Kehadiran seorang pelayan penuh waktu sebagai pelayan rohani akan lebih terasa, sebab sebagian besar energi dan waktunya sudah dipergunakan untuk bagian pelayanan ini.
Marilah terus bersehati mewujudkan impian ini, kiranya setelah ditetapkan nanti dalam Sinode Godang Oktober 2022, sentralisasi keuangan HKBP dapat mengatasi berbagai tantangan/kendala dalam perjalanan pelayanan gereja kita, termasuk peran pelayan penuh waktu bisa lebih memokuskan diri kepada fungsinya sebagai gembala rohani. Tuhan memberkati gerejaNya.