Hakim Aktif Dalam Persidangan Pidana
Dalam persidangan tindak pidana dapat kita lihat hakim bersifat aktif pada saat pemeriksaan pokok perkara. Penuntut umum yang mendalilkan dakwaan kepada terdakwa harus dapat dibuktikan dalam proses persidangan. Pada pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dikatakan “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Adapun alat bukti yang sah dimaksud adalah 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa (pasal 184 ayat (1) KUHAP).
Untuk memenuhi keyakinan hakim secara objektif guna menjatuhkan pidana maka harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Sebagai contoh dalam pemeriksaan saksi hakim turut aktif bertanya kepada saksi guna menguatkan keyakinan hakim untuk menguatkan putusan yang akan buatnya. Itu sebabnya majelis hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam keputusan yang dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti yang ditemukan. Kalau tidak demikian, bisa saja yang jahat lepas, dan orang tak bersalah mendapat ganjaran hukum (M.Yahya Hararap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan,Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, 2019).
Kekuatan pembuktian dalam pemeriksaan sidang pidana dapat dilakukan oleh penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa. Pembuktian yang dilakukan oleh penuntut umum untuk meyakinkan hakim bahwa terdakwa itu bersalah. Sebaliknya penasihat hukum terdakwa akan memberikan pembuktian bahwa terdakwa tidak bersalah memenuhi keyakinan hakim. Untuk mencari kebenaran materiil terhadap dakwaan penuntut umum maka hakim juga aktif pada proses pembuktian di persidangan. Dalam sistem peradilan di Indonesia menganut sistem peradilan Eropa Kontinental, hakim yang menentukan bersalah atau tidak bersalahnya terdakwa, dan menjatuhkan sanksi hukuman sesuai dengan perundang-undang yang berlaku. Berbeda dengan sistem peradilan Anglo Saxon, dimana yang menentukan bersalah atau tidak bersalah adalah juri. Dalam sistem ini, penasihat hukum dan jaksa meyakinkan juri dalam pemeriksaan pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidak bersalah terdakwa. Hakim di sistem peradilan ini bersifat pasif, dia sebagai wasit jalannya persidangan. Namun hakim menjatuhkan sanksi hukuman kepada terdakwa yang telah ditentukan bersalah oleh juri sesuai dengan perundang-undangan.
“Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudara-saudaranya, maka kamu harus memperlakuaknnya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu (Ulangan 19:18-19)