Imajinasi Kolonial Tantangan Perekonomian Kita (Part III)
Kepiawaian Mengolah Berbagai Sumber Daya
Dalam sejarah penciptaan manusia yang diuraikan dalam Kitab Kejadian, manusia sebagai ciptaan Allah, diberikan kuasa untuk memenuhi dan menaklukkan bumi serta berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan segala binatang yang merayap di bumi. (Kej.1:28).
Segala yang diciptakan Allah itu, sungguh amat baik. Allah telah mempersiapkan dengan baik, hubungan (relationship) antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan alam sekitarnya. “Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi yang bernyawa di bumi,Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan _hijau_ menjadi makanannya. Dan jadilah demikian” (Kej.1:30).
Bahkan,dalam perspektif agama-agama yang berpangkal dari Abraham (Abraham religion) manusia dipahami memiliki tanggung jawab untuk mengelola alam. Dengan alasan mewujudkan kesejahteraan bersama, memacu industrialisasi dengan mempertimbangkan keseimbangannya. Pada posisi keseimbangan itulah, warga dunia, termasuk Indonesia dituntut untuk mampu menyelaraskan agenda global dengan kepentingan domestik/ nasional-nya. Tanģgung jawab mengelola alam dimaksud bukanlah mengeksploitasi alam dan daya dukungnya. Tidak bisa disangkal bahwa cara keliru menerjemahkan tanggung jawab mengelola alam berdampak serius pada perubahan iklim. Ditengarai banjir merupakan dampak akumulasi kerusakan lingkungan dan alih fungsi hutan. Diantaranya, luasan tutupan hutan menyusut, lantaran dibabat untuk perkebunan. Hutan harus dipulihkan. Pola perkebunan monokultur sepertu hutan tanaman industri dan perkebunan sawit perlu dievaluasi.
Revolusi Industri yang dimulai pada abad ke-19, dimana perilaku manusia pada saat itu, sangat tergantung dengan bahan baku fosil, reaktor nuklir dan bahan-bahan kimia. Perilaku manusia saat itu cenderung mengeksploitasi SDA dengan kebangkitan berbagai jenis industri, terutama minyak dan gas bumi, dan minerba untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Mengacu pada Konferensi Perubahan Iklim (COP29) di Baku, Azerbaijan yang diselenggarakan November 2024, gagal mempertegas capaian dalam perundingan untuk meninggalkan bahan bakar fosil dan tidak memberikan ruang memperjelas pengakhiran bahan bakar fosil. Tiga krisis lingkungan di planet ini yaitu perubahan iklim, hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta polusi. Krisis ini tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga masa depan kehidupan manusia. Dalam hal ini, Indonesia diperhadapkan untuk mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, dengan sesegera mungkin “memesiunkan” PLTU batubara dalam rangka mendukung transisi energi. Namun,program itu masih terus dikaji demi ketahanan pangan dan batubara masih diperlukan untuk selamatkan penerimaan negara. Indonesia seyogianya melalui kementerian terkait dan PLN harus mengeluarkan peta jalan dan _short list_ PLTU batubara yang akan ditutup, semisal PLTU Surabaya, Paiton, dan Ombilin, dengan memastikan good mining practices.
Keikutsertaan Indonesia dalam beragam forum seperti G-20, dan nantinya OECD dan BRICS, memperluas kerjasama ekonomi, investasi, dan harus memperkuat manjemen risiko (hedging) bagi Indonesia.
Dalam konteks Indonesia,pengelolaan SDA dan energi, pemerintah agar fokus pada diversifikasi ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada industri ekstraktif yang merusak lingkungan.
Begitu juga perekonomian kita tidak bisa dibiarkan tanpa regulasi yang memastikan semua lapisan masyarakat mendapat manfaat dari pertumbuhan.
Kebijakan fiskal tidak hanya berperan dalam stabilisasi ekonomi makro, tetapi sekaligus membawa Indonesia mendukung pembangunan kawasan/ regional.
Sementara stimulus fiskal dibutuhkan dalam menjaga daya saing industri domestik dan menyediakan bantalan ekonomi bagi pihak-pihak yang terpengaruh oleh standar kebijakan internasional dengan masuknya produk-produk asing. Penyusunan kebijakan dan strategi pemerintah pada akhirnya sangat bergantung pada kepiawaian mengolah beragam sumber daya. Karena peran negara yang kuat dalam memastikan pemerataan dan keadilan sosial diikuti pentingnya tata kelola yang baik, transparansi, dan akuntabilitas.
Perlu diingat AS dan China piawai menggunakan kekuatan ekonomi membangun hegemoni politik serta memengaruhi pasar global yg sering disebut, Economic Statecraft. Termasuk memengaruhi perilaku negara lain atau kelompok tertentu melalui sarana ekonomi.
Economic Statecraft dapat melibatkan penggunaan bantuan asing, perdagangan, dan kebijakan yang mengatur modal internasional.
Ambil contoh, China mendorong kerjasama ekonomi melalui BRICS, dengan kebijakan dedolarisasinya menantang hegemoni AS.
Sementara Indonesia, membuat peta jalan pertumbuhan ekonomi dengan pengelolaan sumber daga alam ( SDA) utamanya sektor tambang jadi andalan investasi. Padahal, pengelolaan sumber daya alam (SDA) harus berkelanjutan dengan memastikan keseimbangan antara kepentingan produksi dan konservasi lingkungan. Sama seperti negara lain, Indonesia juga berada dalam ancaman bencana akibat perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Selama satu dekade terakhir, warga dunia mengalami terjadinya lehancuran lingkungan di berbagai belahan dunia dan semakin mendorong paradigma kepedulian manusia pada lingkungan yang digaungkan dengan istilah “hijau” (green), berkomitmen untuk menjaga planet ini tetap layak huni. Hal ini bisa terwujud dengan regulasi yang kuat yang mencakup menjalankan pertumbuhan ekonomi hijau, terkait dengan regulasi yang berlaku di Uni Eropa yang menjadi salah satu tujuan pasar produk SDA dari Indonesia. Perjanjian lingkungan atau “green deal” Eropa memengaruhi semua negara di dunia, termasuk Indonesia.
Sikap kepedulian manusia terhadap lingkungan melahirkan istilah seperti, green economy, green building, green industri, green product, dan green life style. Perilaku hidup “hijau” menjadi komitmen baru manusia di abad ini dan masa mendatang, guna mempertahankan keseimbangan bumi dan kelangsungan hidup manusia. Menyelaraskan regulasi bukan berarti kita menolak kebijakan hilirisasi tambang diatas. Tetapi, perlu pemetaan risiko untuk mengetahui keuntungan atau kerugian secara keseluruhan dari suatu rencana besar. Katakan risiko yang dihadapi terkait sektor tambang menjadi andalan investasi berdasarkan hitung-hitungan, cost and benefit, tapi kita mengikatkan diri juga kepada perjanjian lingkungan hidup yang telah disepakati. Tantangan berkutnya adalah bagaimana menyelaraskan peraturan per Undang- Undangan nasional kita tidak bertentangan dengan komitmen, green deal, ESG yang adaptif terhadap perjanjian global. Kita tidak dapat mengubah atau seenaknya mengutak-atik suatu komitmen karena kita pun terikat mematuhi kewajiban perjanjian yang telah disepakati.
Mengapa Tesla tidak kunjung menanamkan modalnya di Indonesia? Sebab, Elon Musk berinvestasi tidak berasal dari uangnya sendiri. Para pemilik modal hanya mengizinkan Tesla menanamkan modal di negara yang cara pengelolaan tambang nikelnya berorientasi pada kelestarian lingkungan.
Lebih daripada itu,sudah sepatutnya negara tidak boleh kalah dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis penindakan terhadap tambang ilegal dan perdagangan impor ilegal yang terus membanjiri pasar dalam negeri. Begitu juga terhadap kasus penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/ CSR) Bank Indonesia (BI). Kasus tersebut berkaitan dengan permasalahan penggunaan dana CSR karena diduga tidak sesuai dengan peruntukannya. Dana tersebut sebagian diduga dipakai untuk kepentingan pribadi.
Tantangan perekonomian yang tidak mudah menyambut di tahun 2025. Presiden Prabowo di depan mahasiswa Indonesia, di Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024), meminta para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan yang dicuri dari rakyat. Dimulai dari gagasan, mengampuni koruptor lewat amnesti atau abolisi, asalkan uang yang dikorupsi dikembalikan. Kalau sudah dikembalikan secara diam-diam, yaa kita maafkan, ujarnya.
Meski mungkin semangatnya sama-sama menberantas korupsi, cara mengatasi problem kejahatan ini dengan memberikan ampunan terhadap mereka asal mereka membayar ganti rugi atau mengembalikan uang yang mereka korupsi jelas kurang tepat. Kebijakan itu, malah mempertanyakan komitmen serius pemerintah mengenai pemberantasan korupsi. Hal ini memantik pertanyaan sejumlah kalangan, termasuk di DPR. Mereka mengatakan, koruptor tetaplah koruptor. Koruptor harus dihukum sesuai aturan hukum Indonesia. Persoalan koruptor tersebut sudah mengembalikan uang hasil curiannya, hal itu memang sudah kewajibannya.
Amnesti, bukan untuk menginvalidasi bentuk kejahatan transnasional yang menjadi perhatian lintas negara atau perhatian global seperti korupsi dan tindak pencucian uang. Sebab, dampaknya secara politik global dipandang memberikan suaka kejahatan korupsi.
Pemberantasan korupsi harus menjadi political will (kemauan politik) seluruh institusi negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Dengan segala variasi tantangan kesulitan yang dihadapi tahun 2025 imajinasi kolonial yang selama ini membayangi perekonomian kita seharusnya ditinggalkan dengan memberikan ruang yang relatif terbuka pada ikhtiar melakukan keberpihakan disertai integritas para pejabat pemerintahan demi menghasilkan harapan dan mimpi (hope and dreams) imajinasi demokrasi ekonomi Indonesia menuju Generasi Emas 2045.
Generasi Emas 2045 merujuk pada visi Indonesia untuk mencapai puncak kesejahteraan bangsa pada usia 100 tahun kemerdekaannya. Tak bisa dimungkiri, manusia yang sejahtera umumnya sehat secara fisik, mental, spritual dan juga finansial. Kalau dalam imajinasi kolonial lebih banyak pertimbangan politik, ekonomi penguasa, maka untuk kehidupan perekonomian kita dibutuhkan keberpihakan pemerintah pada kelas pekerja dan warga kebanyakan yang bergumul dengan ketersediaan lapangan kerja dan biaya hidup. Pembatalan kenaikan PPN yang sifatnya umum ini mengakhiri spekulasi terkait cakupan barang/ jasa yang akan terkena kenaikan tarif PPN. Sebab, memaksakan kenaikan tarif PPN berlaku umum di tengah ekonomi masih sulit hanya akan memukul daya beli masyarakat, dan bisa berdampak pada konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.
Pada akhirnya, respons pemerintah atas tantangan ekonomi sebagai bukti keberpihakan Presiden ke rakyat, kiranya berujung dengan kebijakan yang tepat sasaran dan benar agar membawa perubahan positif dalam kehidupan bangsa ke depan.
(Selesai)