Keadilan Tidak Memuaskan Semua Pihak, Melainkan Demi Kebaikan Semua Pihak.*
*Pdt. Marudut Parulian Silitonga, STh., SH., MH.
Pendeta HKBP dan Pemerhati Hukum
Keadilan adalah kata yang sering kita dengar dan suarakan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam pemaknaan akan hukum.
Salah satu dari tujuan hukum adalah keadilan. Hukum yang tidak berkeadilan akan menimbulkan diskriminasi terhadap manusia. Itu sebabnya Plato mengatakan bahwa keadilan merupakan keutamaan atau hal ideal yang bernilai dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, berbuat adil adalah perbuatan baik.
Sikap menolak undang-undang yang diskriminatif, dan dengan itu membela keadilan, merupakan tindakan yang baikyang harus dilakukan tanpa harus bertanya apakah subjek mendapat manfaat praktis dari itu atau tidak.
Dengan kata lain, keadilan merupakan nilai yang harus dibelatanpa harus dilihat apakah pembelaan terhadap keadilan secara konkret memberi manfaat bagi pembelanya atau tidak.
Singkatnya, keadilan pantas untuk dibela karena bertindak adil itu baik, dan sebaliknya tidak baik. Karena dalam dirinya sendiri baik, maka keadilan harus menjadi watak manusia. Orang baik ialah orang yang mampu bertindak adil sebagaimana M. Syukri Nasution, dkk sebutkan dalam buku Hukum dalam Pendekatan Filsafat tahun 2016.
Saat Tuhan memberi hukuman kepada Adam dan Hawa (baca:manusia) atas pelanggarannya, disitulah Tuhan bertindak adil. Jenis sanksi yang berbeda antara Adam dan Hawa memperlihatkan keadilan Tuhan dalam hal menjatuhkan hukuman (lih. Kej.3:16-19).
Keadilan di atas tidak dimaknai sebagai sama rata, tapi di lihat oleh unsur perbuatannya masing-masing. Dalam kasus pidana, hakim membuat putusan yang berbeda kepada pelaku pidana yang dilakukan bersama-sama. Hukuman kepada penyuruh dan disuruh atau menurut perannya, maka masing-masing akan berbeda pengenaan sanksinya.
Keadilan tidak memuaskan semua pihak, melainkan kebaikansemua pihak.