Thailand Terancam Krisis Populasi
Thailand saat ini sedang berjuang mendorong warganya untuk memiliki keturunan. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menghindari terjadinya krisis populasi akibat rendahnya tingkat kelahiran. Demi meningkatkan angka kelahiran, pemerintah pun menawarkan pusat pengasuhan anak dan membuka pusat kesuburan.
Selain penawaran tersebut, Thailand juga menggunakan influencer untuk mengkampanyekan serta menyebarkan informasi di media sosial tentang keberadaan anak dalam menambah kebahagiaan di tengah keluarga.
Penurunan angka kelahiran hampir sepertiga telah terjadi sejak tahun 2013 lalu. Tahun 2021 angka kelahiran mencapai 544.000, terendah dalam enam dekade. Selain itu, angka kematian mencapai 563.000. Tingkat kematian bertambah dampak dari virus corona. Angka kematian lebih banyak dibandingkan dengan angka kelahiran.
Pejabatan kesehatan senior Thailand Suwannachai Wattanayingcharoenchai sebagaimana dikutip dari Reuters (7/3/2022) mengatakan bahwa pemerintah menyadari perlunya campur tangan dari berbagai pihak untuk menghindari krisis populasi.
“Kami mencoba untuk memperlambat penurunan tingkat kelahiran dengan cara memperkenalkan kebijakan baru, bayi baru lahir akan mendapat dukungan penuh dari negara”, ujar Suwannachai.
Selain itu, pemerintah juga akan membuka pusat kesuburan yang masih terbatas di Bangkok dan di kota-kota besar di 76 provinsi, demi meningkatkan angka kelahiran di Thailand.
Salah satu penyebab rendahnya angka kelahiran di Thailand adalah biaya mengurus anak. Biaya sekolah TK (Taman Kanak-kanak) saja satu semester mencapai 50.000 hingga 60.000 Baht atau setara dengan 21.992.525 rupiah.
Pakar demografi Universitas Thammasat Teera Sindecharak menyampaikan bahwa krisis populasi terjadi akibat pola pikir masyarakat untuk memiliki anak telah berubah.