Mengusahakan Tanah Dan Menjaga Keseimbangan Bumi (Bagian 1)

 Mengusahakan Tanah Dan Menjaga Keseimbangan Bumi (Bagian 1)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Pengantar

Menangkal degradasi ekologis, dan perubahan iklim sudah menjadi isue antargenerasi, antarbangsa menarik perhatian untuk mempercakapkannya.  Langkah strategis mutlak dibutuhkan dengan prioritas sasaran yang tepat. Keberadaan sungai dan hutan memiliki peran strategis dalam mendukung kehidupan manusia dan ketahanan pangan. Tidak hanya berfungsi sebagai sumber air baku, irigasi persawahan hingga penyediaan air bersih dan energi. Karena itu, diperlukan upaya kolaborasi dari berbagai pihak untuk menjaga Bumi berkelanjutan yang memungkinkan masyarakat hidup dengan aman, nyaman, makmur dan sejahtera.

Salah satu tantangan yang kian mengkhawatirkan adalah sengkarut penebangan hutan di berbagai belahan dunia dan kelestarian sungai. Penebangan hutan tentunya mengakibatkan dampak laju erosi tanah, terganggunya sumber cadangan air bersih.  Diperparah beban lingkungan akibat aktivitas industri meningkatkan emisi sekaligus mendegradasi standar hidup yang membawa dampak besar pada semua aspek kehidupan. Bumi alami  perubahan iklim memicu tingginya permukaan laut, badai, serta menyebabkan cuaca ekstrem.  Terganggunya daya dukung lingkungan akan memunculkan perburukan lingkungan hidup dalam berbagai wujud, mulai dari kerusakan lingkungan, banjir yang merusak kebun dan sawah. Sementara di sisi lain pengusahaan tanah dan alih guna lahan dan kehutanan (land use, land use change and forestry) terus terjadi. Mengirimkan pesan terancamnya transisi pengurangan emisi gas rumah kaca dalam perjalanan menuju keberlanjutan dan energi bersih memberikan dampak besar pada dekarbonisasi.

Memahami pesan transisi diatas terkait pula dengan transisi pemerintahan Joko Widodo kepada Prabowo Subianto lebih lagi diwarnai rencana pengeluaran yang lebih besar. Diantaranya untuk program makan siang gratis, mempertahankan subsidi,  meneruskan lumbung pangan (food estate) dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Defisit Anggaran  tidak bisa dihindarkan dan menjadi lebih besar dari yang direncanakan sebelumnya di APBN. Meningkatnya pengeluaran tanpa rencana yang memadai untuk menaikkan pendapatannya. Memperhatikan ini semua pemerintah dan masyarakat perlu  memikirkan juga mekanisme terbaik untuk pengusahaan tanah dan  antisipasi perubahan iklim untuk menjaga Bumi atau lingkungan hidup yang lebih baik.

Konon, pada awal mula proses penciptaan Bumi dan segala isinya termasuk di dalamnya awal manusia diciptakan Allah, semua itu baik dan sempurna adanya. 

Ketika TUHAN Allah telah selesai menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, ketika itulah TUHAN Allah menciptakan Adam manusia pertama itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidungnya. Demikianlah  manusia itu menjadi makhluk hidup. Selanjutnya TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk daripada manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan yang sepadan dengan dia menjadi isterinya. Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.

TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam Taman Eden untuk  mengusahakan dan memelihara taman itu (Kejadian 2:1-15). Manusia dengan kemampuan berpikir merupakan makhluk yang paling berkuasa di Bumi. Kemampuan berpikir tidak hanya terjadi di pikiran saja, namun lebih daripada itu yaitu segala bentuk tindakan manusia untuk memelihara Bumi dan lingkungan alam  harus selalu mempertimbangkan keseimbangannya.

Namun ketika manusia itu  jatuh dalam dosa. Lalu firman-Nya kepada manusia itu  “maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu, semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:17-20).

Merenungkan hal ini, kita sangat paham betapa pentingnya tanah dalam kehidupan manusia dan betapa bahagianya jika sebuah negeri memiliki tanah. 

Menariknya, terdapat sejarah hubungan yang panjang antara pengusahaan tanah, konflik dan perselisihan.

Allah sendirilah yang telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dan membawa mereka masuk menduduki dan memiliki Tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan Allah berlimpah susu dan madu. Perjalanan menuju kesana, selama 40 tahun mereka di padang gurun yang dituntun Allah melewati Laut Merah. 

Setelah menduduki dan memiliki Tanah Kanaan, Tuhan kecewa terhadap bangsa Israel karena mereka  membuat patung dari kayu, kemudian dilapisi emas dan perak untuk mereka sembah sehingga Tuhan membiarkan mereka dibuang ke Babel di masa kerajaan Nebukadnesar di Siria. Di Tanah Pembuangan ini 70 tahun, harus hidup menderita. 

Tuhan mendengarkan keluh kesah bangsa pilihanNya, sehingga Tuhan sendiri melalui hambanya Nabi Yesaya menjanjikan akan membawa bangsa ini dari pembuangan di Babel, kembali ke Tanah Kanaan, dan membangun kembali Yerusalem. Bangsa pilihanNya dibawa kembali ke Tanah Kanaan, bukan karena pertobatan atau perbuatan baik mereka, melainkan hanya karena kasih karunia Tuhan (Yesaya 44:21).

Tuhan tidak menghendaki mereka celaka, namun Tuhan merancangkan segala yang terbaik bagi bangsa ini. “Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan,dan membuatnya sangat kaya” (Mazmur 65:10 a).

Namun, apabila dicermati lintasan sejarah Alkitab pun mencatat bahwa tanah rentan memicu perselisihan. Sejak Terah masih hidup, kita melihat bahwa Abraham dan Lot tampaknya tidak terpisahkan (Kejadian 11:30). Bahkan, masih ikut bersama-sama dengan Abraham, ketika TUHAN memerintahkan Abraham untuk pergi dari negerinya, dari sanak saudaranya dan dari rumah bapanya ke negeri yang akan TUHAN tunjukkan kepadanya (Kejadian 12:1).

Namun kemudian, kita tahu hubungan keduanya merenggang karena beberapa faktor. 

Pertama, karena keberhasilan keduanya sebagai peternak, sehingga tanah yang mereka diami tidak cukup luas untuk mereka berdua dengan banyaknya ternaknya.

Kedua, adalah pertikaian antara para gembala Abraham dan Lot. Masing-masing pihak berebut mencari air dan padang rumput terbaik untuk tuannya. Dari sini kita melihat bahwa pertikaian antar pengikut seringkali menimbulkan ketegangan antar pemimpin (Kej. 13: 8). 

Ketiga, adalah kenyataan bahwa tanah yang mereka diami masih terbagi dengan bangsa Kanaan dan bangsa Feris (Kej. 13: 7).

Dari serangkaian peristiwa yang terjadi, kita bisa menarik benang merah akan kesaksian buruk tentang penguasaan tanah dan pembagiannya sehingga memicu terjadinya pertikaian/perselisihan.

Di dalam Alkitab, bahkan kita menemukan perselisihan, sampai menumpahkan darah dalam perebutan kebun anggur Nabot (1 Raja-raja 21:1-19).

Raja Ahab dibujuk oleh isterinya Isebel dengan serakah memperbudak diri dengan melakukan yang jahat di mata TUHAN. Ia telah berlaku sangat keji dengan membunuh Nabot, orang Yizrel itu, untuk mendapatkan kebun anggur, yang letaknya dekat rumahnya. Nabot dilempari sampai mati (ayat13) untuk mengambil kebun itu jadi miliknya.

Ketika Yesus berbicara tentang membangun menara, Ia berbicara tentang kebijaksanaan praktis yang tak lekang oleh waktu, yaitu perencanaan dan anggaran biayanya. “Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi tidak sanggup menyelesaikannya” (Lukas 14: 28-30).

Perencanaan dan anggaran biaya ini sangat penting untuk mencapai tujuan dan ini sepenuhnya dapat diterapkan di bidang pembebasan atau pengadaan tanah/lahan.

Lebih dari itu, pengadaan tanah/lahan bukan sekadar kumpulan obyek penguasaan lahan berupa deretan hamparan tebing dan lembah, melainkan juga kumpulan relasi sosial yang bersifat dinamis dengan memperhatikan ekosistemnya. Karena itulah pemahaman tentang mengusahakan tanah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan potensi yang bisa menjadi daya ungkit perekonomian. Namun, kita tidak boleh lupa dibalik kegemerlapan pengusahaan tanah, jangan sampai menyengsarakan dalam jangka panjang karena tidak memperhatikan eksosistem alamnya. (Bersambung)

Related post