Penyakit Kusta, Akibat Dosakah?
Moderator dr.Khalishaturrahmi Nasution dan Narasumber Dr.dr.Sri Linuwih Menaldi,Sp.KK(K)
WHO menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan urutan ketiga di dunia dengan penyakit kusta terbanyak di bawah India dan Brazil. Apa sebenarnya penyakit kusta tersebut?
Penyakit kusta memang merupakan salah satu penyakit menular. Bahkan jika tidak atau terlambat diobati, penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae dapat menimbulkan kecacatan bagi penderitanya. Karena itu, penyakit kusta bukan hanya dipandang sebagai permasalahan medis saja, namun juga meluas ke sosial, ekonomi dan budaya.
Menjelang peringatan Hari Kusta Sedunia yang diperingati pada 30 Januari, RSCM Kencana menggelar pembahasan melalui Live Instagram dengan tajuk “Hilangkan Stigma Kusta Untuk Hidup Yang Lebih Berkualitas” pada Jumat (28/1/2022) pukul 10.00 WIB.
Dipandu moderator dr. Khalishaturrahmi Nasution, acara tersebut menghadirkan narasumber secara virtual yakni Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K) selaku Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Divisi Dermatologi Infeksi Tropik, KSM Dermatologi dan Venereologi FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Dr. Sri Linuwih Menaldi memaparkan bahwa kusta menyerang sel saraf dan efeknya akan kelihatan di kulit. Penyakit kusta memang menular namun proses penularannya tidak secepat yang dibayangkan banyak orang, hanya dengan sekali sentuh bisa langsung menular.
“Perlu 3 sampai 5 tahun hingga penyakit tersebut menular”, ucap dr. Sri. Lebih lanjut dr. Sri menerangkan bahwa bersalaman dan berpelukan dengan penderita kusta tidak membuat seseorang itu tertular dalam waktu singkat. “Kecuali seseorang itu hidup berbulan-bulan bersama penderita kusta, barulah dia bisa tertular”, ujar dr. Sri.
Kepada masyarakat yang mendiskriminasi para penderita kusta, dr. Sri mengharapkan agar di masa mendatang tidak ada lagi yang seperti itu. “Kusta bisa diobati. Obat sudah mudah ditemukan dan masyarakat tidak perlu khawatir, meski proses penyembuhan atau pengobatannya sekitar 6 bulan atau bahkan diatas 12 bulan”, pesan dr. Sri.
Penyakit kusta biasanya ditandai dengan gejala bercak di kulit, kering bersisik, merah dan bentol seperti biduran disertai mati rasa. Efek penyakit kusta yang disertai mati rasa sering membuat para penderitanya tidak mengobati dirinya.
Bila tidak diobati, penderita kusta secara tidak sadar dapat menularkan penyakitnya ke orang banyak. Pengobatan yang ditunda pada akhirnya merusak sel saraf yang lebih berat dan menimbulkan kecacatan.
“Kusta tidak penyakit keturunan dan tidak ada hubungannya dengan dosa atau kutukan. Mari kita hindari stigma negatif seperti itu, hal itu perlu diluruskan”, ujar dr. Sri.
Para penderita kusta juga sebaiknya jangan menghukum diri sendiri dan mengucilkan diri sendiri dengan anggapan-anggapan yang tidak baik. Lebih baik sedini mungkin untuk memeriksakan diri dan mendapatkan pengobatan.
“Mari secara bersama-sama hilangkan stigma kusta untuk hidup yang lebih sehat dan berkualitas dengan cara melakukan edukasi demi mendapatkan pemahaman baru. Para penderita kusta jangan didiskriminasi, mereka bisa sembuh melalui proses pengobatan yang dijalani dan tidak akan menularkan lagi”, pesan dr. Sri.