Pidana Menghilangkan Barang Bukti
Barang bukti merupakan salah satu unsur untuk mengungkap suatu peristiwa pidana. Dalam Kitab Hukum Acara Pidana tidak dijelaskan pengertian dari barang bukti, tetapi dalam pasal 39 ayat (1) secara tidak langsung menjelaskan tentang barang bukti. Isi pasal tersebut adalah : “yang dapat dikenakan penyitaan adalah : a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikian tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Adapun pentingnya barang bukti untuk suatu pembuktian dalam perkara pidana adalah mencari dan menemukan bukti materiil dalam perbuatan pidana. Suatu benda yang berhubungan langsung atau tidak langsung dalam perbuatan pidana sangat berguna untuk mengungkap adanya peristiwa pidana. Seperti rekaman CCTV dapat dijadikan barang bukti karena dapat memperlihatkan gambar bila ada suatu peristiwa pidana. Bila barang bukti rekaman CCTV ini hilang atau dihilangkan maka akan mempersulit pengungkapan suatu tindak pidana.
Orang yang melakukan penghilangan barang bukti untuk menghilangkan jejak tindak pidana, dapat dikenakan sanksi pidana. Dengan hilangnya barang bukti maka akan mempersulit penyelidik dan/atau penyidik untuk mengungkap suatu peristiwa pidana. Pasal 233 KUHP menyebutkan “Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusakkan atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan barang yang digunakan untuk menyakinkan atau menjadi bukti bagi kuasa yang berhak, atau surat pembukti (akta), surat keterangan atau daftar, yang selalu atau sementara disimpan menurut perintah kekuasaan umum, atau baik yang diserahkan kepada orang pegawai, maupun kepada orang lain untuk keperluan jabatan umum dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”. Kejahatan menghilangkan atau merusak barang bukti guna pembuktian suatu peristiwa pidana merupakan obstruction of justice, dimana orang tersebut menghalangi proses hukum.
Manusia mungkin dapat mengaburkan dan bahkan menghilangkan barang bukti agar tidak terbukti suatu peristiwa pidana. Tapi Tuhan tidak bisa dibohongi. “Apabila Ia lewat, melakukan penangkapan dan mengadakan pengadilan, siapa dapat menghalangiNya? Karena Ia mengenal penipu dan melihat kejahatan tanpa mengamat-amatinya” (Ayub 11:10-11).