Profesionalisme Mencerahkan Peradaban Bangsa (Bagian 2)
Meniti Jalan Pengelolaan Profesional
Sejak krisis ekonomi 1998, Indonesia kerap dilanda krisis yang bersumber dari krisis ekonomi global. Tapi, Indonesia selalu lolos dari krisis berkepanjangan. Beda dengan negara lainnya yang mengambil waktu pemulihan begitu lama, bahkan ada yang gagal keluar dari krisis, seperti Venezuela dan SriLanka. Di kala banyak negara terancam masuk “pesakitan” IMF sekarang ini akibat gagal bayar utang, Indonesia justru berhasil menghadirkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Hal ini terjadi karena kemampuan bertahan hidup masyarakat Indonesia dan kepiawaian Presiden Joko Widodo sangat profesional dalam kelenturan beradaptasi menghadapi krisis. Ditambah dengan kemampuan bertahan hidup masyarakat berselaras dengan kebudayaan kita “gotong royong” dalam hal kerjasama dan saling menolong.
Beberapa kemampuan bertahan hidup itu antara lain, kelenturan berpindah profesi secara cepat sekalipun pekerjaan yang digelutinya sektor kerja tanpa keahlian (unskilled work) serta kemampuan bertahan hidup walaupun dengan pendapatan kecil. Sejak awal orang Indonesia memahami ada potensi kerentanan masa depan yang dihadapi sehingga secara intuisi sudah memiliki rencana cadangan apabila krisis melanda. Dengan mengambil analogi dari judul album terkenal Simon dan Garfunkel yakni Bridge Over Trouble Water 1970, meniti jalan pengelolaan profesional dibutuhkan melalui “jembatan kokoh di atas ombak yang rawan” yang menghubungkan kerjasama.
Hal ini penting dalam menghadapi tantangan terutama terhadap ancaman derasnya arus ombak dan gelombang rawan dalam dunia yang cemas, penuh dengan ketidakpastian ekonomi dan turbulensi politik. Invasi Rusia ke Ukraina dan munculnya China sebagai pemain global mengubah geopolitik secara mendasar. Negara-negara di Timur Tengah yang ingin melepaskan diri dari hegemoni Barat menginginkan tatanan dunia multipolar. Hal ini menjadi pemantik dalam meniti jembatan kerjasama China dan Arab Saudi 7-9 Desember 2022 yang lalu di Riyadh.
Lesunya perekonomian nasional dan global tak menutup ruang kerjasama profesionalisme dalam menghadapi tantangan yang tak mudah ini. Secara regulatif, saat ini Indonesia sudah memiliki sejumlah ketentuan yang cukup untuk mewadahi profesionalisme yang diangankan. Meski demikian, kekuatan di ranah regulasi belum sejalan dengan kenyataaan implementatif. Oleh karena itu, perbaikan dan penguatan harus dilakukan untuk mewujudkan semangat profesionalitas dengan memperkuat literasi berbasis sains dengan arus data dan informasi lintas negara menjadi satu tantangan yang sangat urgen dicermati. Fokus utama kini upaya meningkatkan derajat kualitas SDM yang terkait urgensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi ini sangat mungkin mengubah lanskap lapangan kerja di Tanah Air yang mendukung para ahli (sains) untuk bekerja secara optimal. Kini kita hidup di dunia global yang sangat terhubung secara digital. Sekat-sekat wilayah yang dahulu menjadi pembatas seolah-olah jadi kabur oleh jejaring sosial menjadikan data bersiliweran setiap saat.
Kita optimistis Indonesia akan mampu mengayomi peneliti-peneliti yang pintar-pintar dan membantu mereka berkembang sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan bersinergi untuk menyiapkan generasi masa depan. Penguatan profesionalitas perlu dibarengi dengan pendidikan karakter, konsistensi karya dan prestasi untuk membangun jati diri, integritas, etos, dan budi pekerti generasi masa depan supaya tidak terjadi pada kegagalan atau seperti ungkapan dalam bahasa Perancis deja vu
Narasi deja vu yang artinya “sesuatu yang terulang kembali” terkait belajar dari pengalaman masa lampau yang sering dipakai sebagai afirmasi dan validasi atas perjalanan hidup seseorang/ individu atau perjalanan suatu bangsa yang efektif berpindah masa.
Pada akhir 1970-an era Perang Dingin Barat-Timur ditandai dengan pertarungan Amerika Serikat (AS) versus Uni Soviet. Medan laga pertarungan terutama terjadi di daratan Eropa. Kini 2022 perang Rusia-Ukraina, beberapa isu ekonomi dan geopolitik perlu mendapat perhatian. Diwarnai kebijakan moneter ketat AS serta manuver teritorial China yang agresif, dalam isue Taiwan maupun perbatasan di Laut China Selatan. Raksasa China melesat menjadi kekuatan ekonomi dunia menyaingi AS. Pertarungan pengaruh berlangsung di antara keduanya. Medan laga pertarungan terjadi di Asia, termasuk Indonesia.
Geopolitik semakin dirasakan sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kerjasama ekonomi, meningkatkan hubungan antarnegara dan menyebarkan pengaruh hegemonik dimana medan laga pertarungan itu terjadi.
Sejumlah lembaga keuangan internasional dan domestik memprediksi, ekonomi global akan melambat pada 2023.
Tanda-tanda perlambatan global pun mulai terlihat. Perekonomian dunia diperkirakan mengalami kelesuan pada 2023 dengan pertumbuhan ekonomi global berkisar 2,2- 2,7 persen. Namun,Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2023 tak jauh dari kisaran angka 5 persen. Ini artinya, angka itu relatif stabil di tengah mendungnya pertumbuhan ekonomi global.
Ada tiga penghela pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, yaitu konsumsi, investasi, dan ekspor. Pertumbuhan tiga komponen tersebut bergerak kuat, inklusif, dan berkesinambungan berkelindan dengan ketidakpastian global. Adaptasi dan sinergi kebijakan fiskal, moneter, keuangan, dan sektor riil diperlukan untuk mengantisipasi dampaknya.
Komitmen pembangunan menuju modernisasi terus berjalan di tahun 2023 yakni transformasi ekonomi, pembangunan infrastruktur, pembangunan manusia, pembangunan karakter, melalui pendidikan, kesehatan, reformasi birokrasi, serta penyederhanaan perizinan dalam penatalayanan yang profesional. Karena itu,sinergi semua pihak mengakselerasi pembangunan SDM berbagai pemangku kepentingan untuk dijadikan pegangan bagi penyelenggara di Pusat ataupun di Daerah. Kuncinya adalah kekompakan dalam kerjasama dan kesatuan antar pelaku. Sebagaimana pesan John C Maxwell (75) seorang ahli manajemen dan penulis buku laris (best seller) yang mengatakan, pemimpin menjadi hebat bukan karena kekuatannya, melainkan karena kemampuannya memberdayakan orang lain. Mengingat begitu luasnya “tacid knowledge” sehingga tidak mungkin dapat kita kuasai sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kerjasama dan solidaritas kekuatan utama yang memungkinkan kita terus bersama. Karena itu,beberapa komitmen antar pemangku kepentingan memiliki kewajiban menyelesaikan ketahanan dan kedaulatan pangan, antarwilayah, mengurangi stunting dan lingkaran setan gizi buruk. Kenyataannya stunting atau tengkes masih cukup tinggi di Indonesia, pada tahun 2021 mencapai 24,4 persen. Padahal, WHO telah menetapkan batas stunting tertingi sebesar 20 persen, dan diatasnya masalah kesehatan masyarakat kian kronis. Betapa beratnya beban masyarakat untuk memenuhi gizi dibandingkan dengan daya beli (purchasing power parity/ PPP). Artinya, semboyan manusia tangguh dan maju tidaklah tercermin dalam kenyataan ini.
Tantangan ekonomi, kesehatan yang kita hadapi ke depan terkait sentimen global dan resiko domestik di tahun politik yang terus menguat, perlu diwaspadai dan diantisipasi dengan baik. Kebijakan yang hati-hati, saintis, dan profesional menjadi kunci keberhasilan. Hal ini bisa terwujud apabila seluruh elemen bangsa bisa mengendalikan diri dan saling menghargai, tidak terjebak kegaduhan politik, bekerja sama secara profesional dan bergotong royong. Indonesia kaya sumber daya alam, memiliki sumber daya manusia yang besar, mempunyai pasar yang besar, serta terletak di jalur perdagangan yang sibuk.
Pandangan profesionalisme dalam penatalayanan yang berkelanjutan merupakan keniscayaan untuk menjauhkan masyarakat dari disrupsi akibat revolusi sains dan teknologi yang berpotensi berhadap-hadapan dengan tantangan persoalan problematik global dan domestik yang saling bertaut. Tidak menjadi palagan persaingan kubu yang bermusuhan, tetapi merupakan palagan kapasitas riset dan penelitian dam kesiapsiagaan menghadapi persaingan. Dari hasil riset dan penelitian akan ada masukan dari berbagai pihak untuk bahan kajian yang berdampak terhadap kepentingan kita semua dalam menyejahterakan bangsa yang berkemajuan.
Perjalanan bangsa ini menuju Impian Emas 2045 harus terus dikawal agar bangsa ini tidak berada di simpang jalan dan tidak dibajak oleh orang-orang yang mengalami defisit integritas dan toleransi.
Tanggung jawab terbesar adalah mewujudkan solidaritas sebagai kasih humanis untuk menghayati kebersamaan, sebagai jalan membangun kesejahteraan warga-bangsa serta mengevaluasi sejauh mana komitmen itu dipegang dan dilaksanakan. Demikian juga menghadapi eskalasi ketegangan sosial menyambut tahun politik 2023-2024 menjelang Pemilihan Umum menjadi tantangan kohesitivitas sosial. Dalam dunia yang kian gaduh,kita perlu mengeksplorasi warga bangsa menjalankan “revolusi kasih” sebagai jalan membangun, merawat kerukunan, toleransi, dan kepedulian. Sebab,ada ketidakpedulian yang sangat besar ditandai oleh aneka bentuk pertikaian yang berbasis keinginan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri dan mengabaikan orang lain. Karena itu, upaya menebarkan cinta kasih, persatuan dan persaudaraan membutuhkan komitmen dan jiwa kemanusiaan kita dalam penyelesaian pelbagai persoalan global maupun domestik.
Sejarah mengajarkan kita, konfrontasi perkubuan tidak bisa menyelesaikan masalah apa pun dan malah akan membawa bencana. Sebaliknya, salah satu instrumen untuk perkembangan kognisi dan imajinasi adalah profesionalime. Persoalannya, politik dan ekonomi sering mengalihkan kita pada kubu permusuhan, bahkan persaingan yang mengancam dunia abad ke-21. Kita memerlukan SDM unggul, model kepemimpinan futuristik tanpa meninggalkan jati diri sebagai bangsa majemuk.
Dalam kehidupan masyarakat yang plural seperti Indonesia, kebinekaan mensyaratkan setiap pemimpin dan warganya untuk berpegang teguh pada tradisi respek kepada sesama. Sikap respek ini bertumpu dokrin yang diikat sepenuhnya oleh kesadaran kebinekaan. Kesadaran itu menuntut kita untuk dapat hidup secara koeksistensi dan setara di tengah masyarakat majemuk. Hanya mereka yang menjiwai kesadaran kebinekaan yang mampu hidup secara profesional, damai dan harmonis. Dengan etos profesionalisme ini, kita menegakkan Indonesia yang satu dan setara dalam pilar kebinekaan. Sebab, kebinekaan merupakan bagian tak terelakkan dalam menumbuhkembangkan profesionalisme dalam memajukan peradaban bangsa. Spirit profesionalisme menjadi etos bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Disinilah pentingnya penguatan dan penyebar luasan pandangan Agama sebagai sumber moral dan spritual dalam membimbing masyarakat luas dalam memperkuat jati diri bangsa untuk memahami kompleksitas “kepentingan” kita semua. Kepentingan ekonomi diri dan orang lain, kepentingan nasional dan bangsa lain, kepentingan spritual diri dan manusia lainnya. Terutama untuk memahami kepentingan kita semua dalam menjaga keutuhan NKRI,tempat rumah bersama kita semua.
(Bersambung)